Konferensi pers Polres Samosir. |
SAMOSIR(DN)
Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman SH.MH.SIK, menggelar konferensi pers terkait progres penanganan perkara penggelapan dana wajib pajak di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Pangururan dan kasus kematian Bripka Arfan Saragih, Selasa (14/3) sore di halaman Mapolres Samosir.
Kapolres Samosir mengatakan, perkara penggelapan yang terjadi di UPT Samsat Pangururan telah terjadi sejak tahun 2018 lalu. “Para pelaku telah melakukan penggelapan uang daripada wajib pajak, yang tidak disetorkan kepada Dispenda melalui Bank Sumut,” ujar Yogie.
Hingga kini, pihaknya telah memeriksa ratusan orang yang mengalami kerugian. Atas dasar laporan para korban pada 31 Januari 2023 yang lalu, Polres Samosir melakukan penyelidikan. “Tentu saja dari pihak internal kita melakukan proses pemeriksaan melalui Kasi Propam dan melaporkan ke Polda,” jelasnya.
Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Natar Sibarani menambahkan bahwa kejadian berawal dari adanya pelapor Domes Simanjuntak, warga yang ingin membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) ke Kantor UPT Samsat Pangururan, Rabu, 25 Januari 2023.
Sesampainya di loket pembayaran, pelapor mengaku mendapat informasi dari petugas bahwa dirinya memiliki tunggakan PKB sebesar Rp 6, 222, 674 di Tahun 2022. “Padahal, seingat pelapor, bahwa pelapor tidak pernah nunggak, atau tidak membayar pajak kendaraannya,” ujar Natar.
Saat ini, lanjutnya, berdasarkan data yang ada di Kantor UPT Samsat Pangururan, jumlah pengadu yang diterima oleh pihaknya mulai tanggal 13 Februari 2023 sampai 11 Maret 2023, berjumlah sebanyak 181 wajib pajak. “Itu yang masih melaporkan kepada kita,” kata Natar.
Natar mengatakan, pihaknya masih terus menyelidiki kasus ini hingga tuntas, dan telah menetapkan beberapa orang terlapor. “Belum dilakukan penetapan tersangka terhadap terlapor AS, ET, RB, JM dan GS,” tambahnya.
Modus yang dilakukan oleh para pelaku untuk proses pajak tahunan, peserta wajib pajak datang menemui pelaku untuk membayar pajak, kemudian pelaku melengkapi berkas dengan cara memfotokopi berkas tersebut. Setelah mendaftarkan berkas tersebut ke loket 1 bersama dengan berkas asli. “Nah, seolah-olah berkasnya asli, padahal itu adalah palsu,” terangnya.
Cara lain, lanjut Natar, menerima berkas dan uang pajak BBN dari peserta wajib pajak, untuk mendaftarkan kendaraan baru. Kemudian mendaftarkan dari loket 1, ke loket 2 untuk dilakukan verifikasi pajak, dan menggunakan draf dari hasil verifikasi yang belum dilakukan ke loket 3 untuk mencatat STNK di loket 5 dan meminta notis pajak yang kosong dari ET yang mengisi data palsu.
“Jadi komplotan tersebut mengisi data palsu dan total kerugian yang telah didata sebanyak Rp 2.523.586, 797,” imbunya.
Sementara Dokter Ahli Forensik dr Ismurozal S H, M H, SpF mengatakan telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam kepada sesosok jenazah laki-laki panjang badan 170 cm, kemudian rambut hitam lurus.
Dari hasil pemeriksaan luar dijumpai warna kemerahan kepala bagian belakang dan telinga kiri, kemudian warna kemerahan pada dahi kiri. “Kemudian saya juga menjumpai keluar cairan berwarna merah kehitaman pada kedua lubang hidung, bibir berwarna biru kehitaman, kedua ujung jari jari tangan berwarna kebiruan, luka lecet pada kiri bawah," ujarnya.
Tim medis juga melakukan otopsi pemeriksaan dalam. "Disitu kami menjumpai adanya memar kulit kepala belakang bawah," katanya.
Menurutnya, hasil pemeriksaan tambahan menyimpulkan penyebab kematian korban adalah kematian lemas akibat masuknya cairan ke saluran makan hingga ke lambung dan saluran napas disertai adanya pendarahan pada rongga kepala akibat merokok dan jantung. Mungkin itu yang saya jumpai pada korban pada waktu saya lakukan pemeriksaan luar dan dalam," tambahnya.
Kasubid Labfor Poldasu AKBP Hendri Ginting menjelaskan, sesuai dengan realitas dan fakta yang ada, para ahli, baik dokter ahli otopsi dan master kimia dan juga dari penyampaian terkait dengan digital forensik daripada handphone yang ditemukan di TKP, disimpulkan bahwa dugaan kuat kematian korban adalah dengan meminum racun berupa zat sianida masuk ke dalam lambungnya sehingga terganggunya fungsi pernapasan.
"Kematian personel Bripka AS diduga kuat meminum racun sianida masuk dalam tubuhnya sehingga berhenti fungsi pernapasan. Hal itu berdasarkan bukti -bukti dan keterangan ahli otopsi forensik, master kimia dan digital forensik menjadi bukti yang autentik dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan secara moral," tambah Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman SH SIK MH.(red)