RDP Komisi B DPRD Sumut terkait simpang Gonting.(ist). |
Medan(DN)
Pengerukan material pasir berbatu (Sirtu) di Siarubung dan Jalan Simpang Gonting Kecamatan Harian Kabupaten Samosir, terungkap menyalahi, karena tidak memiliki dokumen apapun dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
Hal itu terungkap pada Rapat Dengar Pendapat Komisi B DPRD Sumut bersama Pemkab Samosir dan Komunitas Masyarakat Perantau Asal Samosir (KoMPas), Rabu (29/6).
Sekretaris Komisi B, Gusmyadi, memimpin RDP dihadiri Anggota Komisi A, Anggota Komisi D, Pj Sekdakab Samosir Hotraja Sitanggang, DPRD Samosir, DPD KoMPas Samosir, Dinas Kehutanan Provsu, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Propinsi Sumut, Dinas LHK dan BPN.
Sebelumnya, Ketua Komunitas Perantau Asal Samosir (KomPas) Rohkiman Parhusip, meminta kepada DPRD Sumut supaya Bupati Samosir diberikan sanksi, dan agar dewan juga merekomendasikan Polda Sumut dan Polres Samosir untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Sedangkan Pj Sekda Samosir, Hotraja Sitanggang hanya menjelaskan bahwa pembukaan jalan Siarubung dan pelebaran jalan Simpang Ginting Kecamatan Harian hanya karena kebutuhan pembangunan Kabupaten Samosir.
Namun penjelasan Hotraja tersebut dibantah oleh pegiat lingkungan hidup yang juga salah seorang manajer Geopark Kaldera Toba, Dr Wilmar Eliezer Simanjorang.
Ia menepis apa yang dijelaskan Hotraja, dengan mengungkapkan bahwa secara filosofis alam boleh dieksplotasi, asalkan tujuannya luhur, tidak ada kepentingan kelompok tertentu demi mendapatkan keuntungan.
Ditambahkan Wilmar Simanjorang, lokasi pelebaran Simpang Gonting Kecamatan Harian Kabupaten Samosir masuk heritage dunia yang telah diterima oleh UNESCO sebagai GEO Kaldera Toba.
"Bebatuan di lokasi pengerukan sudah berumur 300 juta tahun dengan kemiringan 70° harus dilestarikan sebagai heritage dunia untuk kepentingan kita bersama," ujarnya.
"Jadi tidak ada alasan apapun untuk merusaknya. Jangan diperalat kepentingan rakyat, kepentingan pembangunan, padahal kepentingan kelompok tertentu dalam meraup keuntungan," tandasnya.
Menurutnya, baik pihak Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Samosir, juga Dinas PUTR Pemkab Samosir, tidak mampu menunjukkan dokumen apapun terkait pembukaan jalan dan pelebaran jalan yang di RDP kan ini. "Pemkab tidak mampu menunjukan dokumen apapun, padahal dalam narasi-narasi yang terungkap jelas bahwa Pemkab Samosir telah merusak lingkungan," ujar Wilmar.
Saat diberikan waktu dan kesempatan ke pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dihadiri Dinas Bina Marga Sumut, Dinas Kehutanan, terungkap bahwa jalan Gonting merupakan status jalan provinsi, dan Pemkab Samosir dalam pelebaran jalan yang mengeruk material jenis base course tersebut, tidak pernah dikoordinasikan ke Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
Sementara itu, Dinas Kehutanan Sumatera Utara juga menjelaskan bahwa lokasi Siarubung merupakan hutan lindung, dan pelebaran jalan Gonting tidak dijelaskan secara rinci.
Sedangkan pihak BPN wilayah Sumut menjelaskan bahwa sepanjang jalan Gonting belum pernah ada sertifikat dikeluarkan BPN, juga belum pernah ada data masuk ke BPN apakah lokasi tersebut APL atau hutan lindung.
Sementara dari Dinas LHK Provinsi Sumut menjelaskan, pada dasarnya jalan Gonting itu APL sesuai dengan hasil kunjungan lapangan.
Dalam RDP tersebut, sempat terdengar suara riuh karena adanya interupsi-interupsi saat Wilmar memberikan tanggapan dari yang hadir. Sontak dengan nada tinggi Rokiman spontanitas mengatakan "Diam, hargailah orang tua saat sedang berbicara, berikan kesempatan kepada orang tua," sanggah Rokiman terhadap interupsi yang terjadi.
Anggota DPRD Sumut H Syahrul E Siregar mengatakan ada lima poin penting terkait pengerukan dinding tebing di Simpang Gotting dengan modus pelebaran dan pembangunan rest area.
Di akhir RDP tersebut, wakil ketua DPRD Sumut, Rahmansah Sibarani mengatakan, kesimpulan RDP ini, kalau secara administrasi ditangani Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan kalau ada pelanggaran hukum silahkan ditangani Aparat Penegak Hukum (APH)," katanya.(Ril)