27 Januari 2008, Soeharto wafat. Tak sedikit yang merindukan presiden terlama RI itu, tapi banyak pula yang meyakini bahwa ia adalah biang kebobrokan negeri ini.(Tirto). |
Jakarta(DN)
Hari ini merupakan hari lahir ke 100 Presiden ke-2 RI Soeharto. Lahir 8 Juni 1921 di Dusun Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, Soeharto menjadi presiden terlama yang memimpin Indonesia selama 32 tahun.
Memperingati seabad kelahiran Soeharto, pihak keluarga akan menggelar peringatan kelahiran di Masjid At-Tin, Kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur hari ini, Selasa (8/6/2021) sore nanti.
Sosok Soeharto tak lepas dari kejadian krisis ekonomi pada 1998. Sebenarnya, menurut Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo krisis ekonomi pertama yang menimpa Indonesia terjadi pada 1965-1966.
"Krisis pertama itu di tahun 1965-1966 yang pada saat itu kondisi dari sosial, politik, ekonomi kita betul-betul dalam kondisi yang memprihatinkan. Bahkan secara ekonomi kita tahu di tahun 1965 itu inflasi mencapai 594%.
Tahun 1966 mencapai 635%. Kondisi sangat berat, dan untuk memulihkan ekonomi, sosial, dan politik memerlukan waktu," kata Agus pada 3 April 2020 lalu.
Namun, krisis ekonomi yang terparah terjadi pada masa pemerintahan Soeharto antara 1997-1998. Peristiwa ini disebut-sebut menjadi penyebab utama tumbangnya masa Orde Baru setelah berkuasa selama 32 tahun.
Dari sisi nilai tukar, pada masa pemerintahan Soeharto, dolar AS berada di kisaran Rp 2.000-Rp 2.500 karena Indonesia belum menganut rezim kurs mengambang. Orde Baru kala itu tidak mau tahu, dolar AS harus bertahan di level itu.
Namun karena kebijakan itu cadangan devisa Indonesia terus tergerus untuk menjaga kurs. Akhirnya pemerintah membuka rupiah menjadi kurs mengambang. Akhirnya dolar AS mulai merangkak naik ke Rp 4.000 di akhir 1997, lanjut ke Rp 6.000 di awal 1998. Ekonomi morat-marit hingga terjadi penjarahan di mana-mana.
Pelemahan rupiah diperparah ketika kondisi keamanan dan politik Indonesia bergejolak. Pada Mei 1998, kerusuhan terjadi di mana-mana menuntut Presiden Soeharto mundur dan mulai dari situ krisis moneter Indonesia memuncak.
Sampai akhirnya rupiah jatuh tak berdaya saat dolar AS mencapai level Rp 16.650. Perekonomian pun kacau balau. Ekonomi Indonesia tidak tumbuh bahkan -13,1%, harga-harga pangan melambung tinggi, inflasi pun meroket hingga 82,4%. Depresiasi rupiah mencapai 197%.
Pada saat itu krisis ekonomi yang terjadi menyebar hampir sebagian negara di dunia. Pertama kali dimulai pada 2 Juli 1997 ketika Thailand mendeklarasikan ketidakmampuan untuk membayar utang luar negerinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan faktor lain yang menyebabkan Indonesia terkena krisis moneter pada 1998 adalah berasal dari neraca pembayaran.
"Terutama di Asia dengan nilai tukar yang tidak fleksibel, terus direkomendasikan dengan capital flow yang bebas, tidak ada sinkronisasi dari kurs dan capital inflow, dan ketidaksinkronan itu memunculkan spekulasi dan nilai tukar drastis, 1998 menjadi pembelajaran berharga. Banyak negara mengubah policy," kata Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Krisis ekonomi pada 1998, kata Sri Mulyani, banyak direspons oleh negara dengan memberlakukan nilai tukar lebih fleksibel serta melakukan monitoring terhadap capital inflow, serta neraca keuangan korporasi, neraca keuangan pemerintah, hingga Bank Sentral.
"Dalam surveillance semua neraca dilihat. Semuanya neracanya dilihat sehingga bisa deteksi lebih baik," tambah dia.
Namun sejak BJ Habibie dilantik pada 21 Mei 1998 menggantikan Soeharto, kondisi ekonomi perlahan mulai pulih. Pada akhir 1997 dolar AS secara perlahan mulai merangkak ke Rp 4.000 kemudian lanjut ke Rp 6.000 di awal 1998. Bahkan dolar AS sempat mencapai Rp 13.000, dolar AS sedikit menjinak dan kembali menyentuh Rp 8.000 pada April 1998.(red/dtc).