Pinjaman online.(mediakonsumen). |
Jakarta(DN)
Meminjam uang melalui fintech peer-to-peer (P2P) lending sangatlah mudah. Banyak masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa meminjam uang dari fintech tersebut, tanpa memahami risiko, dan tidak menyadari batas kemampuannya.
Pada awal 2020 misalnya, dunia maya dihebohkan kisah seseorang yang nekat pinjam uang ke 10 aplikasi fintech P2P atau pinjaman online (pinjol) untuk membeli saham. Ternyata, ada lagi kasus yang lebih nekat, yakni meminjam uang ke 40 pinjol sekaligus dalam waktu 1 minggu.
"Bahkan kami menemukan beberapa kasus, seorang konsumen meminjam lebih dari 40 fintech dalam 1 minggu. Ini kurang bijak, dan ini di luar kemampuannya," ungkap Anggota Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara dalam webinar Infobank, Selasa (13/4/2021).
Tirta menuturkan, banyak masyarakat yang mengadu ke OJK karena mengalami kerugian setelah meminjam uang dari fintech ilegal. Namun ternyata, penyebabnya itu tak semata-mata karena fintech tersebut ilegal, tapi juga dari masyarakat sendiri yang meminjam uang di luar batas kemampuannya.
"Banyak kasus pengaduan terhadap fintech ilegal yang berujung bahwa mereka minta dibantu dicarikan jalan keluarnya kepada OJK karena tidak mampu membayar utangnya. Tapi setelah kami telusuri lebih dalam, ternyata mereka juga meminjam lebih dari 10 fintech sekaligus," terang Tirta.
"Jadi kami juga menyimpulkan bahwa ada perilaku kurang bijak dari masyarakat di dalam melakukan transaksi. Ini baik investasi maupun mencari pembiayaan," sambung dia.
Begitu juga dengan aduan investasi ilegal dari masyarakat. Selain aksi perusahaan investasi ilegal yang memberikan iming-iming imbal hasil tak wajar, namun menurut Tirta tak sedikit masyarakat yang menjadi korban investasi ilegal karena perilakunya sendiri.
"Ada yang ingin cepat kaya atau mendapatkan keuntungan besar tapi tidak melalui kerja keras. Dari hasil temuan kami, bukan hanya masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah yang menjadi korban investasi ilegal. Tetapi bahkan banyak dari mereka yang sangat literate, dengan gelar sarjana atau S2, atau mungkin lebih tinggi dari itu yang juga menjadi korban investasi ilegal," tutur dia.
Meski begitu, pihaknya mengatakan aktivitas penghentian investasi dan fintech ilegal terus dilakukan. Persoalannya, kemajuan teknologi saat ini memudahkan para perusahaan investasi dan fintech ilegal tersebut muncul kembali.
"Dengan kemajuan teknologi, pembuatan replikasi situs penipuan dengan ilustrasi yang sangat menarik, bahkan menampilkan tokoh-tokoh yang sangat populer atau influencer, ini menjadi mudah dan murah dengan teknologi," pungkasnya.
Pinjam Uang di Pinjol juga Harus Tahu Diri!
Menurut Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito, masyarakat juga harus tahu diri sebelum meminjam uang di pinjol.
"Makanya orang itu harus tahu diri, harus rumongso, pada saat utang juga harus rumongso," tegas Sardjito.
Sardjito mengatakan, perilaku masyarakat yang meminjam uang di banyak fintech ilegal juga dapat merugikan fintech-nya itu sendiri. Pasalnya, fintech tersebut tak memperoleh pembayaran setelah meminjamkan uang ke orang tersebut.
"Kalau (fintech) ilegal, nggak ada aturannya, semua orang bisa. Jadi sama-sama tertipu, yang pinjam tertipu kalau memang komitmen untuk bayar, yang dipinjami juga tertipu (kalau peminjam tak membayar utang)" papar dia.
Meski begitu, Sardjito mengimbau masyarakat untuk menghindari bertransaksi di fintech ilegal, dan beralih ke fintech legal yang daftarnya dapat dilihat di situs OJK.
"Jangan sekali-kali berhubungan dengan yang ilegal, yang legal-legal saja, itu pun harus hati-hati," pungkas dia.(red/detikcom).