Rentetan gempa kecil di Samosir Sumut. Foto: Dok. BMKG. |
Samosir(DN)
Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) mencatat sejak Januari hingga 20 April 2021, adanya aktivitas gempa magnitudo kecil berkedalaman sangat dangkal sebanyak lebih dari 63 kali di wilayah Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Menurut Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, rentetan gempa ini memiliki magnitudo terkecil 0,8 dengan kedalaman 2 km yang terjadi pada 19 April 2021. Sedangkan gempa dengan magnitudo terbesar mencapai 3,9 yang terjadi pada 15 Maret 2021 dengan kedalaman 5 Km.
"Jika mencermati aktivitas gempa yang terjadi maka dapat disimpulkan bahwa rentetan gempa ini termasuk dalam klasifikasi tipe gempa kerumunan atau gempa swarm," ungkap Daryono, 21/4.
Dijelaskan, swarm adalah serangkaian aktivitas gempa dengan magnitudo relatif kecil dengan frekuensi kejadiannya sangat tinggi dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama di wilayah sangat lokal.
Aktivitas gempa swarm Samosir ini meskipun magnitudonya kecil tetapi terjadi cukup intensif. Sebagai contoh beberapa kejadian dimana dalam sehari terjadi aktivitas swarm cukup banyak seperti pada:
-Tanggal 4 April 2021 terjadi 8 kali
-Tanggal 6 April 2021 terjadi 6 kali
-Tanggal 18 April 2021 terjadi 11 kali
-Tanggal 19 April 2021 terjadi 5 kali
"Patut disyukuri bahwa aktivitas swarm di Samosir saat ini tidak banyak yang dirasakan oleh warga dan hanya tercatat oleh jaringan seismograf milik BMKG. Untuk itu masyarakat diimbau tidak perlu panik dan khawatir dengan adanya aktivitas gempa swarm di wilayah ini," urai dia.
Fenomena gempa swarm di Indonesia, lanjut Daryono, sudah terjadi beberapa kali, seperti aktivitas swarm di Klangon, Madiun (Juni 2015), Jailolo, Halmahera barat (Desember 2015), dan Mamasa, Sulawesi Barat (November 2018).
"Pada beberapa kasus swarm banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian (vulkanik), dan hanya sedikit diakibatkan oleh aktivitas tektonik murni," tegas dia.
Gempa swarm vulkanik terjadi karena adanya gerakan fluida magmatik yang mendesak dengan tekanan ke atas dan ke samping tubuh gunung melalui saluran magma (conduit) atau bagian yang lemah (fracture dan patahan) dari gunung tersebut.
Daryono menambahkan, Intrusi magmatik yang memotong lapisan batuan ini disebut dike. Dengan energi dorong dan tekanan dike ke atas yang terus menerus melewati bagian tubuh gunung, maka akan terjadi proses rekahan perlahan-lahan hingga menyebabkan gempa kecil yang terjadi berulang-ulang dan tercatat oleh sensor seismograf.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvolkanik. Swarm juga dapat terjadi di kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan (fractures).
"Fenomena gempa swarm di Samosir ini tentu sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita untuk mengungkap penyebab sesungguhnya," urai Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG.
Daryono membeberkan, terjadinya fenomena gempa swarm ini setidaknya menjadikan pembelajaran tersendiri untuk masyarakat, karena aktivitas swarm memang jarang terjadi.
Dampak gempa swarm jika kekuatannya cukup signifikan dan sering dirasakan guncangannya, memang dapat meresahkan masyarakat.
"Namun demikian, jika kita belajar dari berbagai kasus gempa swarm di berbagai wilayah, sebenarnya tidak membahayakan jika bangunan rumah di zona swarm tersebut memiliki struktur yang kuat," tutup dia.(red/Kumparan).