Tembok yang menutup akses rumah warga Ciledug dibongkar. (Sachril Agustin/detikcom) |
Tangerang(DN
Tembok yang menutup akses keluar-masuk rumah Hadiyanti (60), warga Ciledug, Kota Tangerang, dirobohkan, Rabu (17/3/2021) sekitar pukul 08.15 WIB.
Ekskavator pun diturunkan. Petugas gabungan yang terdiri dari polisi, TNI, Satpol PP, dan Dishub berada di sekitar rumah Hadiyanti, Jalan Akasia 1 RT 4 RW 3, Tajur, Ciledug, Kota Tangerang.
Mereka standby untuk merobohkan tembok 2 meter yang menutup akses keluar-masuk rumah Hadiyanti. Ada 2 ekskavator yang diturunkan. Ekskavator ini digerakkan pekerja untuk merobohkan tembok yang menghalangi rumah Hadiyanti.
Pekerja pun mendorong bucket ekskavator ke arah tembok. Tembok yang terkena dorongan bucket langsung roboh. Proses perobohan tembok ini masih berlangsung. Puing-puing belum dibersihkan. Namun petugas kebersihan sudah standby di sekitar lokasi.
Kasatpol PP Kota Tangerang Agus Hendra menegaskan keberadaan tembok itu melanggar Peraturan Daerah (Perda).
"Jadi seperti disampaikan sebelumnya bahwa kegiatan kita dalam rangka ketenteraman, ketertiban umum."
"Yang dilanggar sama dia (pemilik lahan ditembok) Perda 8/2018 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Umum Masyarakat," ujar Agus, di Ciledug, Tangerang, Rabu (17/3/2021).
Agus menjelaskan pemilik lahan yang membangun tembok melanggar Pasal 24, 43, dan 45 Perda Kota Tangerang 8 Tahun 2018. Dia mengatakan setiap bangunan dan non-bangunan yang akan didirikan harus memiliki izin dari Pemkot Tangerang.
Tembok yang menutupi akses rumah warga itu disebut tak memiliki izin. Hal itu, katanya, menjadi dasar Pemkot Tangerang bersama TNI-Polri merobohkan tembok 2 meter yang menutup rumah Hadiyanti tersebut.
"Kemudian setiap bangunan, gedung, non-gedung, termasuk pagar harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah. Jadi yang bersangkutan yang pertama membangun di badan jalan, yang kedua kalau dia harus membangun, harus memiliki izin dari pemerintah kota dan yang bersangkutan tidak ada izin itu," katanya.
Dia mengatakan Pemkot Tangerang telah memberi peringatan kepada pemilik lahan yang ditembok untuk melakukan pembongkaran sendiri. Namun, peringatan itu tak dituruti.
"Sanksi administratif berdasarkan peraturan daerah salah satunya adalah dilakukan pembongkaran. Tapi perlu diketahui juga sebelumnya peringatan pertama, kedua, ketiga, bahkan peringatan terakhir kita masih memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk bisa membongkar sendiri."
"Tapi sampai batas waktu yang ditentukan, ternyata yang bersangkutan tidak membongkar, kami dari tim gabungan dari pemerintah kota bersama TNI-Polri dan semua instansi yang ada melakukan pembongkaran," ujarnya.
Untuk diketahui, masalah akses rumah ditutup tembok ini diketahui dari sebuah video viral. Dalam video itu, penghuni rumah tersebut terpaksa menggunakan tangga untuk memanjat pagar itu.
Kapolsek Ciledug Kompol Wisnu Wardana mengatakan penutupan akses rumah warga itu terjadi karena masalah sengketa lahan. Polisi meminta warga mengedepankan mediasi.
"Masalah sengketa tanah. Sudah dilaporkan Ke Polres Tangkot (Tangerang Kota). Masih proses sampai sekarang," ucap Wisnu saat dihubungi, Sabtu (13/3).
Wisnu juga telah menjelaskan duduk perkara keberadaan tembok ini. Dia mengatakan pemilik lahan mempermasalahkan soal lahan yang dihibahkan orang tuanya untuk jalan, bukan lahan yang dibeli ibu Acep.
"Mempermasalahkan terkait dengan tanah yang dulu sebenarnya dihibahkan ke orang tuanya kepada warga untuk dijadikan jalan. Ada jalan 5 meter, 2,5 meter itu hibah dari masyarakat dan 2,5 meter adalah hibah dari ayah Saudara Rully dulunya. Di tahun 1990 sudah digunakan jalan ini," ucap Wisnu.
Terancam Hukuman Pidana
Asrul Burhan alias Ruli, warga yang menutup akses rumah keluarga almarhum Munir dengan pagar beton di Jalan Akasia, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, terancam hukuman pidana.
Ruli terancam pidana bukan karena tutup akses rumah warga Ciledug dengan pagar beton. Melainkan lantaran dugaan ia sempat melakukan pengancaman terhadap salah seorang keluarga Munir dengan golok.
Hal itu diungkapkan Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Deonijiu de Fatima. Dia mengaku pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan kepada Ruli.
"Proses pidananya dia melakukan ancaman terhadap warga yang ada di dalam. Hari ini sudah melakukan surat panggilan dan hari Rabu dia harus datang ke kantor. Harus," katanya usai meninjau akses warga yang dibeton, Senin (15/3/2021).
Deonijiu menerangkan, ancaman itu dilakukan Ruli lantaran tak terima tembok beton yang dia pasang roboh pada 21 Februari 2021 lalu. Dia menuduh pagar beton itu sengaja dirobohkan oleh sejumlah warga yang terisolasi tembok beton berkawat duri tersebut.
Padahal, kata Deonijiu, tembok itu roboh diduga karena diterjang banjir. Bukan karena dirobohkan oleh anggota keluarga Munir.
"Awalnya Pak Ruli ini memasang pagar dan roboh karena diterjang banjir. Kemudian Pak Ruli itu datang memberikan tuduhan bahwa warga yang ada di dalam membongkar. Ternyata itu roboh karena banjir dan melakukan ancaman kepada warga yang di dalam," terangnya.
Diancam Golok
Adanya ancaman tersebut diakui oleh Acep Waini, putra almarhum Munir yang akses rumahnya ditembok beton. Ia mengatakan, keluarganya sempat diancam oleh Ruli menggunakan senjata tajam berupa golok.
Acep bercerita, ancaman dengan golok itu diarahkan kepada sang ibu yang berusia 60 tahun. Saat itu, pagar beton di depan rumahnya yang dibangun Ruli roboh karena diterjang banjir.
"Satu kali diancam pakai golok. Dia ngeklaim kami yang robohkan tembok ini, padahal waktu itu banjir. Ibu yang diancam," katanya ditemui di depan rumahnya, Senin (15/3/2021).
Menurutnya, dengan usia ibunya yang sudah lansia itu tidak mungkin bisa merobohkan tembok beton. "Logikanya ibu usia 60 tahun, mana mungkin sih ngerubuhin 10 tembok ini. Mana mungkin sih, kalau ada buktinya keluarin," ungkapnya.
"Orang ini benar-benar (diterjang) air kok. Aliran dari Maharta itu deras, waktu itu kebanjiran saya. Sampai dua motor saya mati total," sambungnya.
Klarifikasi Ruli
Asrul Burhan, ahli waris pemilik tanah, mengklarifikasi alasannya membangun pagar beton yang berdampak terisolasinya aktivitas keluarga almarhum Munir di Jalan Akasia No 1 RT 04/03 Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
Pria yang akrab disapa Ruli ini mengatakan, di sepanjang pagar beton itu berdiri merupakan tanah milik almarhum ayahnya, Anas Burhan. Tanah tersebut masih berupa Akta Jual Beli (AJB).
Ruli mengungkapkan, dirinya tak pernah mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah. Sebab, ia masih memiliki sejumlah adik keturunan ayahnya.
"Iya saya (selamatkan tanah ayah). Belum (pecah waris), saya berempat masih hidup. Kita enggak pernah bikin akta waris. Jadi saya enggak bisa buktikan saya pemilik tanah itu," kata Ruli saat ditemui beberapa media di kediamannya, Minggu (14/3/2021) sore.
Ruli menjelaskan, awal mula ia membangun pagar beton di tanah milik ayahnya itu pada tahun 2019. Saat itu, ia masih memberikan akses jalan selebar 2,5 meter untuk aktivitas keluarga almarhum Munir.
Kisruh mulai terjadi saat banjir melanda kawasan tersebut pada 21 Februari 2021. Pagar beton itu roboh. Ruli menduga tembok beton itu roboh karena dihancurkan oleh keluarga almarhum Munir.
Pihak keluarga Munir, kata Ruli, sempat menyatakan bahwa pagar beton itu roboh karena terpaan banjir. "Tiba-tiba pagar saya roboh. Saya tanya, 'Enggak-enggak, saya engga tahu'. (Lalu saya bilang) 'Padahal mbak tinggal di situ'," ucap Ruli menirukan percakapannya dengan salah satu keluarga Munir.
"Kalau itu roboh (karena banjir) saya mau marah sama siapa, itu alam. Tapi posisi robohnya ke depan, (sementara) air dari depan masa robohnya ke depan. Harusnya (pagar betonnya roboh) ke belakang," sambungnya.(dilansir dari detikcom dan suara.com).